BERUPAYA DENGAN OPTIMAL UNTUK BERKONTRIBUSI TERHADAP PENDIDIKAN INFORMAL DAN NONFORMAL DI KOTA PADANG PANJANG
Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

RAPUHNYA KOMITMEN GURU

Kamis, 04 Maret 2010 , Posted by PTK-PNF Kota Padang Panjang at Kamis, Maret 04, 2010


Tingkat kesulitan soal ujian nasional (UN) yang tinggi membuat guru terpaksa melakukan kecurangan dengan membantu siswanya menyelesaikan soal. Hal itu dilakukan semata-mata karena panggilan hati nurani guru yang ingin muridnya sukses. Demikian jawaban klasik para guru yang terlibat dalam kecurangan UN di Sumut. Menurut Sri Lestari, guru SMA Negeri 2 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara ”bila dikaji lebih mendalam, sesuai lembaran jawaban sebelum jawaban diubah, banyak di antara murid yang terancam tidak lulus mengikuti UN”, hal itu disampaikannya kepada wartawan. Jawaban yang persis sama disampaikan guru yang terlibat di Makassar dan kota-kota lain. Tahun lalu di Medan, ada siswa yang mengancam guru yang membongkar kecurangan UN.
Aneh memang, selama ini pemerhati pendidikan yang memiliki komitmen yang tinggi kepada pendidikan menolak UN. Tetapi pemerintah tetap memaksakan kehendaknya. Pemerhati pendidikan dan sejumlah guru besar yang tidak diragukan lagi kapasitasnya menganggap bahwa UN sebagai tolok ukur kelulusan siswa merupakan tindakan yang mencederai pendidikan. Selain tidak mendidik anak didik, UN juga dianggap tindakan pemborosan uang negara. UN juga tidak tepat dilakukan mengingat pendidikan di Indonesia belum merata. Mengapa dana lebih dari RP 500 milyar tidak digunakan memperbaiki fasilitas sekolah seperti gedung sekolah yang sudah roboh?, demikian pertanyaan banyak orang.
Banyak orang yang memaklumi tindakan para guru itu karena dianggap keadaan terpaksa. Dan, mereka kemungkinan akan dilepaskan dari jeratan hukum dengan alasan karena keadaan terpaksa pula. Bisa saja penegak hukum mengatakan, terpaksa dilepaskan karena jika guru ditahan maka murid kehilangan guru. Sebab guru yang mengajar di sekolah terbatas. Kata terpaksa menjadi kata mujarab dalam pembenaran di negeri ini. Masyarakat latah menyalahkan keadaan. Padahal keadaan itu dapat dikondisikan manusia. Manusialah yang mengatur keadaan, bukan keadaan yang mengatur manusia.
Jikalau guru memegang teguh komitmennya sebagai guru, apapun hasil UN itu bukan urusan mereka. Urusan mereka adalah memberi yang terbaik kepada siswanya. Memberi yang terbaik adalah memberi keteladanan, terutama kejujuran. Meminjam pendapat Deni Boy Saragih mantan Koordinator Komunitas Air Mata Guru (KAMG) yang mengatakan jika guru membantu siswa dengan cara memberi kunci jawaban soal itu berarti menciptakan orang-orang calon koruptor. Tindakan guru semacam itu mengajarkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh tujuan. Bagaimana mungkin siswa yang diluluskan dengan cara curang kelak menjadi manusia berintegritas?. Dalam konteks Indonesia yang dipenuhi para koruptor, semestinya Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam proses belajar mengajar lebih mengedepankan program membangun anak-anak yang berintegritas. Keliru besar Depdiknas meningkatkan nilai angka kelulusan dari 5,00 menjadi 5,25 dengan mengabaikan afektifitas dan motorik siswa. Negeri ini membutuhkan orang yang hatinya tulus dan semangat yang berkeadilan seperti yang dikandung oleh nilai-nilai Pancasila. Berbudi pekerti luhur merupakan prioritas pendidikan kita. Seseorang yang berbudi pekerti luhur secara otomatis giat belajar untuk membagi-bagikan pengetahuannya demi kesejahteraan umat manusia. Sebaliknya, seseorang yang nilai akademiknya tinggi tidak secara otomatis melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain.
Komitmen dan perubahan
Seandainya seluruh guru-guru di Indonesia komitmen untuk jujur, maka kemumgkinan besar ”keras kepala” pemerintah memaksakan UN akan berubah. Sebab, analisis yang mengatakan kecurangan UN sebagai puncak gunung es akan terbukti. Kepentingan-kepentingan kepala sekolah seperti prestasi kelulusan yang tinggi agar tidak dipindahkan atau agar mendapat penghargaan atau kenaikan pangkat, dan lain sebagainya merupakan fakta. Perguruan swasta juga berkepentingan untuk mengangkat nama baik sekolah. Sebab, telah menjadi rahasia umum sekolah swasta berusaha meningkatkan tingkat kelulusan dengan tujuan agar siswa yang mendaftar tahun berikutnya meningkat pula. Kelulusan yang tinggi dalam laporan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) ke Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun 2007 yang lalu yang mengatakan bahwa nilai rerata siswa meningkat tahun 2007 terbantahkan. Laporan Mendiknas ini disebut Deni Boy Saragih dalam artikelnya di sebuah harian Nasional sebagai prestasi yang lancung.
Perubahan itu akan terjadi apabila guru-guru memiliki keyakinan yang teguh atau memilki komitmen yang kuat bahwa negeri ini menjadi adil dan makmur seperti yang diamanatkan UUD 1945 jika guru-guru bersikap jujur dalam kondisi apapun. Jika siswa tidak lulus karena komitmen kejujuran maka hal itu menjadi pembelajaran bagi siswa dan guru. Jika siswa tidak lulus maka siswa mengevaluasi diri untuk memperbaiki cara belajar. Bagi guru, hal itu menjadi masukan untuk memperbaiki cara mengajar dan memperbaiki sikap terhadap siswa. Dan, hal itu menjadi masukan bagi kebijakan pemerintah. Tidak mungkin mengeraskan ”kepalanya” jika siswa tidak lulus 50 %. Jika pemerintah mengeraskan ”kepalanya”, maka rakyat secara otomatis mencabut mandatnya. Tetapi, karena komitmen untuk jujur tidak ada maka seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bangsa ini akan menjadi celaka apabila dihuni masyarakat yang tidak jujur. Kejujuran memang pahit, tetapi tanpa kejujuran apapun rumus yang dipakai jika data yang dimasukkan salah, hasilnya pasti salah. Rerata nasional pasti salah, jika hasil yang diratakan ternyata hasil dari kecurangan. Jika negeri ini ingin keluar dari multi krisis, tidak ada alasan lain selain kita harus memabangun dengan komitmen kejujuran dalam kondisi apapun.


Oleh Gurgur Manurung
(Anggota Komunitas Air Mata Guru, mahasiswa doktor UNJ)
Sumber : Mailinglist Puskur

Currently have 1 komentar:

  1. Anonim says:

    Pencapaian tujuan pendidikna diperlukan komitmen yang optimal